Kisah berawal dari rumah kecil
Pak Harjo. Pagi yang cerah menyambut Pak Harjo sekeluarga pada hari ini. Seusai
sarapan Pak Harjo pamit kepada istri dan anak-anaknya untuk berangkat ke kebun
singkong miliknya.
(Pak Harjo duduk di ruang makan bersama istri dan anak-anaknya seusai
mereka sarapan dan menyalami istri dan anak-anaknya untuk berpamitan)
Pak Harjo : “ Bu? Bapak berangkat dulu ya! ”
Bu Arti : “ Iya Pak, hati-hati ya di jalan! “
Pak Harjo : “ Astuti.. Sari bantuin Ibu ya! “
Astuti : “Iya Pak! “
Pak Harjo pun berangkat ke
kebunnya, namun sesampainya di kebun Pak Harjo diam menganga. Melihat
singkong-singkongnya yang hilang.
(Pak
Harjo diam menganga)
Pak Harjo : “ Singkongku mana? Siapa yang berani-berani
mengambil singkong-singkongku? Belum tahu dia berurusan dengan siapa? Kalau
sampai ketemu pencuri itu, mau aku becek-becek dia! “
(Pak
Harjo mencari pencuri singkong-singkongnya)
Pak Harjo : “Siapa ya
pencuri itu? (Pak Harjo menanyakan kepada
penonton) Hey.. penonton? Ada yang tahu gak siapa yang mencuri
singkong-singkong ku? ”
(Sambil
berkeliling mencari pencuri singkong-singkongnya Pak Harjo melihat-lihat
kebunnya dan menemukan kulit singkong)
Pak Harjo : “Aha ini dia jejak pencuri itu”
(Pak
Harjo melihat pemuda yang tertidur pulas dengan kulit singkong yang bececeran
di sekitarnya)
Pak Harjo : “ Nah.. ini dia pencurinya, hey..? bangun-bangun!
Kamu ya yang mencuri singkongku ? hey cepat bangun! (menanyai penonton) Hey penonton? Gimana kalau orang ini aku ikat
aja? Setuju gak?(Sambil mengikat dan
menangkap pemuda ini).
(Pemuda
ini terbangun dengan badan yang sudah terikat)
Djokam : “Oamm.. heh? Kenapa aku kok terikat?
Lepasin!
Pak Harjo : “Akhirnya kau bangun juga pencuri..,”
Djokam : “Hah? Maaf pak saya lapar, melihat singkong-singkong
bapak yang mulus-mulus, saya jadi kepincut. “
Pak Harjo : “ Tapi itu mencuri itu enggak boleh”
Djokam : “ Maaf Pak.. saya minta maaf, janji deh
enggak bakal aku ulangin lagi.”
Pak Harjo : ” Baik kalau begitu kamu saya bebasin”
Djokam : “Terima kasih banyak”
(Pak
Harjo melepaskan ikatan pemuda ini)
Pak Harjo : “Nama kamu siapa? Dan kamu tinggal di mana?
(Sambil
melepaskan ikatan pemuda ini)
Djokam : “Nama saya Djokam, dan saya enggak punya
rumah. Saya cuma tinggal di hutan.”
Pak Harjo : “ Kamu enggak punya keluarga?”
Djokam : “Enggak Pak.. saya sebatang kara”
(Ikatan
Djokam sudah terlepas)
Pak Harjo : “ Kasian banget kamu.., ayo ikut ke rumah
bapak!”
Djokam : “ Ahh? Bener pak? Baik deh pak terima
kasih”
(Pak
Harjo dan Djokam bergegas untuk pulang ke rumah)
Pak Harjo mengajak Djokam untuk pergi ke
rumahnya, mereka pun bergegas untuk
pulang. Sesampainya di rumah Pak Harjo, Djokam di kenalkan kepada anggota
keluarga Pak Harjo.
Pak Harjo : “Bu..? Bu..? Bapak pulang Bu..”
Bu Arti : “ Ohh, Bapak sudah pulang? Gimana
singkong-singkongnya? Sudah besar-besarkan?”
Pak Harjo : “Iya sih besar tapi pada hilang dicuri.”
Bu Arti : “ Apa ? siapa yang mencurinya pak?”
Pak Harjo : “Mau tahu yang curi? Sebentar Bapak
panggilin, Kam.. kam.. Djokam? (Sambil memanggil
Djokam)”
Djokam : “ Iya pak..?”
Bu Arti : “ Heh kamu? Berani-beraninya kamu mencuri
singkong-singkongku?”
Djokam : “Maaf bu”
Pak Harjo : “ Sudah Bu, semua masalah ini sudah selesai,
anak ini sebatang kara dan hanya tinggal di hutan.”
Bu Arti : “Ohh, ya sudah.”
Pak Harjo : “Kam.., sekarang kamu tinggal bersama kami di
sini. Kamu mau kan?”
Djokam : “Apa pak..? saya tinggal di sini? Terima
kasih pak..”
Pak Harjo : “ Gimana Bu? Setujukan kalau Djokam tinggal
disini?”
Bu Arti : “Iya.. boleh-boleh silahkan”
Pak Harjo : “ Kam.. kamu disini aku tugaskan untuk
merawat kebun singkongku yang kamu curi.”
Djokam : “Baik pak..,”
Akhirnya Djokam pun menjadi
seorang tukang kebun, dan bertugas merawat kebun singkong milik Pak Harjo.
Setelah beberapa saat di rumah Pak Harjo, Djokam bertemu dengan Sari anak
terakhir Pak Harjo. Mereka pun berkenalan walaupun agak malu-malu.
Djokam : “Non.. non.. boleh kenalan enggak? Kenalin nama saya Djokam.
Nama nona siapa?”
Sari : “ Namaku sari (Sambil
tersipu malu-malu).”
Djokam : “Nama yang indah”
Sari : “Terima kasih, maaf mas siapa ya?”
Djokam : “Jangan panggil mas, panggil Djokam aja. Aku jadi tukang kebun
disini”
Sari : “Ohh.. begitu”
Mereka pun berbincang-bincang dan
menceritakan tentang satu sama lain. Hari demi hari pun berlalu. Djokam dan
Sari pun kini mulai akrab, begitu pula astuti sampai-sampai astuti sekarang
mulai jatuh hati kepada Djokam. Hingga suatu ketika Astuti memberanikan diri
untuk menyatakan cinta kepada Djokam walaupun dia seorang perempuan.
Astuti : “Kam... kita boleh bicara sebentar?”
Djokam : “Astuti? Ada apa?”
Astuti : “Begini Kam.., aku mau bicara. Selama
ini kamu sudah baik kepadaku dan keluargaku. Kamu adalah laki-laki yang baik.
Aku sebenarnya suka sama kamu.”
Djokam : “ Astuti, maaf .. bukan bermaksud apa-apa
tapi maaf aku enggak suka sama kamu.
Maaf ya.”
Astuti : “Ohh, baik kalau begitu. aku enggak
akan deketin kamu lagi, aku benci kamu” (Sambil
tesedu)”
Dan ternyata cinta Astuti
bertepuk sebelah tangan. Sejak saat itu rasa benci Astuti tumbuh. Namun
ternyata Djokam mempunyai pujaan hati sendiri yaitu Sari. Setiap kali mereka
bersama, Djokam bersikap malu-malu. Dan seperti Astuti, Djokam memberanikan
diri untuk menyatakan perasaannya.
Djokam : “Sar.. aku itu sebenarnya cinta sama
kamu”
Sari : “Apa? Kamu suka sama aku?”
Djokam : “Iya..”
Sari : “Kamu boleh suka sama aku tapi ada satu syarat.”
Djokam : “Apa itu?”
Sari : “Kamu harus duduk di batu ini
selama 40 hari 40 malam, tidak boleh makan, enggak boleh minum ataupun bicara”
Djokam : “Baik, aku terima. Aku akan duduk disini
dan mengikuti semua syaratmu”
Djokam pun menerima persyaratan
dari sari demi mendapatkan cinta sari. Hari-hari demi haripun berlalu Djokam hampir berhasil memenuhi
syarat dari Sari. Hingga akhirnya 40 hari 40 malam telah berhasil dilalui oleh
Djokam dengan mulus. Tiba-tiba setelah Djokam selesai melewati syarat dari
Sari. Ada suara yang terdengar.
(Djokam,
kamu telah berhasil untuk itu kamu berhak mendapatkan sesuatu dariku, sesuatu
itu berada di belakang mu. Kasih itu ke Sari, jangan lupa...)
Djokam : “(menganga) Baik
kalau begitu”
Setelah itu, Djokam pulang dan
akhirnya saat itu datang.
Sari : “Djokam? Kamu sudah pulang?”
Djokam : “ Iya.., aku punya sesuatu buat kamu.”
Sari : “Apa itu?”
Djokam : “Ini untukmu (sambil memberikan bunga yang didapatkan dari hasil tapanya)”
Sari : “ Ahh terima kasih”
Dan akhirnya cinta itu, mereka
dapatkan. Kisah kasih yang berawal dari singkong ini pun berakhir bahagia.
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar