Kamis, 09 Februari 2012

TRY OUT DI GUNUNGKIDUL


MENGAPA MESTI 5 KALI
Pelaksanaan tryout atau latihan ujian bagi kelas 9 sepertinya merupakan keharusan bagi madrasah atau sekolah. Buktinya mulai hari ini, Senin 30 Januari 2012 madrasah kami menyelenggarakan latihan ujian untuk yang pertama kalinya dalam tahun pelajaran ini.
Tidak hanya sekali atau dua kali, tetapi telah terjadwal sampai 5 kali. Berikut adalah jadwal di daerah kami.
  1. Tanggal 30 – 31 Januari 2012 dengan Soal dari MKKS Kab. Gunungkidul
  2. Tanggal 15 – 16 Februari 2012 dengan soal dari MKKS Kab. Gunungkidul
  3. Tanggal 27 – 28 Februari 2012 dengan soal dari Dinas Pendidikan Kab Gunungkidul
  4. Tanggal 12 – 13 Maret 2012 dengan soal dari MKKS Propinsi D.I. Yogyakarta
  5. Tanggal 28 – 29 Maret 2012 dengan soal dari dinas Pendidikan Kab. Gunungkidul
Lima kali, bukanlah bilangan yang sedikit. Banyaknya latihan ujian ini diduga didasarkan asumsi bahwa :
  1. Semakin awal melaksanakan latihan ujian, akan memberikan kesempatan anak dan sekolah untuk lebih siap. Dinas Pendidikan dan Kankemenag akan lebih awal menekan sekolah yang hasil ujiannya kurang baik. Demikian juga guru akan lebih banyak waktu untuk memperbaiki penguasaan SKL siswa yang rendah.
  2. Semakin banyak latihan ujian akan semakin baik, karena siswa akan semakin siap dan menguasai SKL yang akan diujikan pada ujian nasional nanti.
Tetapi bagi kita, mungkin asumsinya akan sangat berbeda. Banyaknya latihan ujian menunjukkan betapa posisi ujian nasional adalah sangat penting. Latihan ujian telah mengalahkan kegiatan proses pembalajaran siswa.
Tidak hanya itu, penulis merasa ada beberapa hal yang terkait dengan penyelenggaraan latihan ujian ini :
1.    Latihan ujian yang lebih awal telah merusak agenda pembelajaran guru
Dengan melaksanakan latihan ujian lebih awal, guru dituntut untuk menyelesaikan materi pada semester 2 juga lebih awal. Bahkan guru juga diminta untuk mengulang pelajaran kelas 7 dan 8 yang sesuai dengan SKL UN. Yang terjadi, banyak guru atau madrasah yang menambah jam pada sore hari (LES) untuk melaksanakan tuntutan itu. Di dalam kelas pun, guru akan mencekoki muridnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang sering keluar pada soal ujian nasional berdasarkan pengalamannya. Kegiatan pembelajaran akan menjadi semacam transfer pengetahuan yang miskin pemahaman apalagi aplikatif. Tapi ini tidak terjadi pada semua guru, masih ada juga guru yang mengedepankan proses pembelajaran.
2.    Latihan ujian yang lebih awal akan menimbulkan stress siswa yang lebih lama
Jika siswa belum siap dengan belajar materi-materi sesuai SKL biasanya nilainya akan sangat kurang. Dan ketika nilai itu sampai pada orang tua, akan menimbulkan keresahan dan ketakutan. Orang tua yang merasa ketakutan akan menekan anaknya untuk semata-mata mendapatkan nilai yang baik. Bahkan ada juga orang tua yang berani menekan madrasah, untuk memberikan les tambahan bagi anak-anak mereka. Madrasah kami bahkan sampai menginapkan siswa ala pesantren kilat bagi siswa-siswa yang nilainya sangat kurang.
3.    Penggunaan hasil latihan ujian untuk menghakimi sekolah/madrasah
Hasil latihan ujian akan disampaikan dalam bentuk rangking sekolah dan madrasah secara keseluruhan. Sehingga kita dapat melihat posisi sekolah kita diantara sekolah yang mengikuti latihan ujian. Rangking madrasah akan menjadi perbincangan diantara kepala madrasah/sekolah bila bertemu, bahkan sering disinggung oleh kepala seksi saat ada pertemuan. Rangking telah menjadikan gensi bagi kepala dan juga guru. Kalau sudah begini, bisa timbul motivasi positif untuk mempertahankan atau meningkatkan posisinya. Sisi negatifnya adalah adanya tekanan dari dinas/kemenang pada kepala, kepala pada guru, dan akhirnya guru pada siswa yang kadang-kadang kurang proposional.
4.    Latihan ujian yang banyak kali memerlukan uang negara yang banyak juga.
Dapat dikatakan pemborosan jika tidak sesuai antara yang dikeluarkan dengan hasil yang didapatkan. Ini sesuai dengan yang penulis pertanyakan, “mengapa harus 5 kali?”. Untuk 3 kali latihan ujian setiap sekolah ditarik Rp 11.500,- kali jumlah siswa dan dua kali latihan ujian gratis oleh dinas pendidikan. Asumsi kita tetap sama, biaya pembuatan soal, pencetakan, distribusi, koreksi dan laporan setiap anak Rp 11.500,-. Sedangkan biaya penyelenggaraan di madrasah untuk panitia, pengawas, konsumsi, dan kurir jika dibagi siswa kurang lebih Rp 9.500,- per siswa untuk sekolah normal 3 kelas, untuk sekolah kecil ini mungkin akan lebih tinggi.
Jumlah siswa SMP/MTs di satu kabupaten tentu banyak (Untuk Gunungkidul dari data UAS semester kemarin siswa kelas 9 ada 8970). Maka secara kasar jumlah anggaran untuk 5 kali latihan ujian = 5 kali x Rp ( 11.500 + 9.500) x 8970 siswa = Rp 897.000.000,-. Ini bisa lebih banyak atau justru lebih sedikit, secara terinci penulis tidak dapat menghitungnya.
5.    Mempertanyakan keunggulan soal-soal dalam latihan ujian
Baru saja guru Bahasa Indonesia memberitahukan bahwa ada beberapa soal yang tidak masuk pada SKL. Ini bisa terjadi karena pemahaman kita terhadap SKL  yang berbeda antara guru dan guru pembuat soal, antara satu guru dengan guru lainnya. Sebuah SKL jika dijabarkan dapat menjadi banyak indikator yang khusus dan spesifik. Inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan pada latihan ujian satu dengan latihan ujian lainnya, bahkan dengan UN-nya sendiri. Secara kebanyakan tentu soal-soal yang dibuat sudah sesuai dengan SKL yang ada, tetapi dengan perbedaan soal antara latihan satu dan latihan yang lainnya akan menimbulkan keresahan tersendiri.
Bertolak dari hal di atas, setidaknya ada yang harus kita sikapi dengan kepala dingin kebijakan yang telah ditetapkan bersama-sama kepala sekolah tersebut. Kita dapat menggunakan hasil latihan ujian semata-mata untuk melihat kemampuan diri siswa dan kemampuan madrasah. Dengan mengetahui kemampuan siswa, kita dapat memperbaiki penguasaan siswa terhadap SKL yang kurang sedikit demi sedikit sampai kemampuan maksimal anak. Toh ini baru latihan.
Yang lebih enak adalah ketika kita bisa memposisikan pada tugas kita masing-masing, sebagai guru tentu berupaya semaksimal mungkin membimbing anak sehingga dapat belajar secara maksimal. Jika ini menjadi fokus guru, tentu saja UN bukan masalah yang besar.

0 komentar:

 
;